Friday, March 18, 2011

Deterrance, Compellence, dan Defense

Deterrance

Deterrence menurut penulis adalah suatu strategi bertahan yang dimiliki suatu negara dengan cara membuat lawan atau negara yang akan menyerang merasa kecil hati dan akan mengalami kegagalan jika menyerang, kalaupun berhasil menang maka kerugian yang didapat akan lebih banyak dibandingkan dengan keuntungan yang didapat.

Deterrence dibagi dalam 4 macam[1]

  1. General deterrence adalah strategi jangka panjang untuk mengecilkan hati lawan dengan pertimbangan yang serius atas segala bentuk ancaman kepentingan negara lain.
  2. Immediate deterrence, adalah suatu tanggapan terhadap yang ancaman yang jelas dan tegas atas kepentingan negara. Ketika lawan telah menyerang, maka general deterrence dinyatakan tidak berhasil tetapi immediate deterrence masih dapat digunakan untuk meyakinkan negara lawan untuk menghentikan serangannnya.
  3. Primary deterrence dimaksudkan untuk meminta negara lain untuk tidak menyerang wilayah suatu negara.
  4. Extended deterrence adalah membuat suatu negara merasa tidak mampu untuk menyerang sekutu dari suatu negara.

Dalam konsep deterrence terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi[2]. Syarat tersebut adalah,

  1. Commitment, komitmen ini adalah langkah pertama dalam pelaksanaan deterrence. Negara yang bertahan harus memiliki komitmen untuk membalas negara yang dirasa mengancam keamanan negaranya. Bisa dibilang, negara yang bertahan harus memberikan ancaman bahwa jika negara itu menyerang negaranya maka akan terjadi hal yang sangat merugikan negara penyerang.. Komitmen tersebut harus jelas, tidak ambigu dan harus dinyatakan sebelum negara yang yang menyerang melakukan agresi. Karena jika komitmen yang ada ambigu dan tidak jelas akan mendatangkan kerugian kepada negara bertahan karena dengan ambiguitas dan ketidakjelasan komitmen tersebut akan menggagalkan strategi pertahanan negara yang sedang bertahan
  2. Capability, negara bertahan harus menunjukkan kepada negara penyerang bahwa dia mempunyai kekuatan yang mampu mengimbangi kekuatan negara penyerang. Karena jika hanya meyakinkan negara penyerang bahwa jika dilakukan penyerangan negara penyerang akan mendapatkan kerugian yang besar itu tidak akan ada artinya jika negara bertahan tidak menunjukkan kepada negara penyerang jika dia mempunyai kekuatan yang lebih ataupun seimbang.
  3. Credibility, kredibilitas negara yang bertahan dipertaruhkan jika dia hanya menggertak tanpa melakukan aksi yang nyata. Jika negara bertahan sudah menyatakan komitmen dan menunjukkan kemampuannya untuk membalas suatu negara maka semua itu harus dilakukan supaya kredibilitas negara bertahan tetap terjaga dan tidak diremehkan oleh negara lain atau bahkan negara penyerang tersebut.

Semua syarat-syarat tersebut menurut penulis harus dipenuhi jika ingin deterrence negara tersebut berhasil. Jika hanya salah satu yang dipenuhi akan tetap tidak berhasil karena jika negara penyerang meragukan komitmen yang dipunya negara bertahan, negara penyerang akan tetap menyerang. Begitu juga bila negara penyerang tidak mempercayai kekuatan yang dimiliki negara bertahan itu akan mempengaruhi kredibilitas yang dimiliki negara bertahan dan ini menurut saya adalah masalah “harga diri” yang dimiliki suatu negara. Karena dengan komitmen, kapabilitas dan kreadibilitas yang sudah diragukan oleh negara lain maka akan dengan mudah negara lain menyerang negara tersebut.

Compellence

Compellence ini adalah usaha suatu negara agar tidak diserang oleh negara lainnya. Compellence disini diantara negara yang berselisih, dan bagi negara yang memiliki power lebih banyak dibandingkan negara lawannya akan memaksa negara yang lebih lemah untuk mengubah kebijakannya agar sesuai dengan keinginan negara yang lebih kuat tersebut. Selain itu dapat digunakan pilihan sanksi terhadap negara yang lebih lemah tersebut. Negara yang lebih lemah tersebut memang menyetujui keinginan dari negara yang lebih kuat untuk mencegah konflik yang lebih besar dan berkepanjangan. Negara yang lebih kuat tersebut juga mengurangi serangan-serangan secara militer untuk menghindari kerusakan yang lebih besar terhadap negara yang lebih lemah. Menurut penulis, negara yang lebih kuat tersebut sebaiknya menghambat perkembangan militer negara yang lebih lemah itu karena dengan dilakukannya hal tersebut akan mengurangi kemungkinan untuk negara lemah itu berkembang lebih baik dan kekuatannya menyamai atau bahkan melebihi kekuatan negara yang sebelumnya lebih kuat itu, jika hal itu terjadi akan mengancam kekuatan negara yang lebih kuat itu karena akan berbalik menyerang negara yang lebih kuat itu. Seperti yang terjadi terhadap negara Jerman yang kalah perang di Perang Dunia I, Jerman berhasil bangkit dari kekalahan dan balik menyerang negara sekutu yang dipimpin oleh Uni Soviet, Inggris, dan Amerika Serikat dan pada akhirnya memicu munculnya Perang Dunia II.

Defense

Defense disini adalah suatu bentuk pertahanan suatu negara. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan keamanan suatu negara dari ancaman negara lainnya. Defense ini tidak hanya secara militer, tetapi juga ada psikologi pertahanan, sosial pertahanan, ekonomi pertahanan, pertahanan sipil, dan pertahanan militer[3]. Psikologi pertahanan ini mengacu pada kepribadian warga negara tersebut. Dengan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dari suatu warga negara maka akan membuat warga negara akan melakukan apapun untuk mempertahankan keamanan negaranya dari ancaman negara lainnya. Sedangkan sosial pertahanan ini lebih melihat kepada persamaan hak dan kewajiban kepada setiap warga negara untuk menghindari kecemburuan sosial di suatu negara. Ekonomi pertahanan lebih melihat kepada pemerintah dan perusahaan-perusahan yang ada di suatu negara bekerjasama dengan baik untuk menghindari kekacauan ekonomi selama masa stabil bahkan saat masa kacau saat perang atau bahkan setelah perang. Pertahanan sipil melihat pada warga negara sipil diberi keahlian untuk mempertahankan keamanan dalam negeri dengan ruang lingkup yang kecil seperti di wilayah rumah mereka sendiri. Terakhir adalah pertahanan militer, pertahanan militer ini beranggotakan pasukan militer yang telah dilatih sedemikian rupa sehingga memiliki keahlian militer yang tepat untuk mempertahankan keamanan negaranya baik dalam negeri maupun luar negeri baik dalam keadaan konflik ataupun tidak.

Menurut penulis, dengan semua aspek pertahanan yang saling berkaitan ini akan menjaga stabilitas suatu negara dengan baik. Seperti pertahanan ekonomi, jika ekonomi suatu negara baik dan stabil akan memungkinkan negara tersebut menjadi sebuah hegemoni. Tentang psikologi pertahanan, jika warga negara memiliki rasa nasionalisme yang kuat dan negaranya mengalami ancaman maka warga negara akan siap sedia untuk membantu negaranya yang sedang mengalami acaman.

Hubungan antara deterrance, compellence, dan defense ini menurut penulis adalah mempunyai tujuan yang sama. deterrance, compellence, dan defense mempunyai tujuan untuk menjaga keamanan suatu negara. Tetapi mereka mempunyai perbedaan. Jika deterrence mempertahnkan keamanannya dengan cara persuasif atau dengan cara membujuk negara lain untuk tidak menyerang, maka compellence dengan cara memaksa negara lawan yang mempunyai kekuatan lebih lemah dibandingkan negaranya. Defense dengan cara mempertahankan negaranya dari dalam negeri sendiri.

Sumber:

· http://alfianheri.blogspot.com/2010/02/deterrence.htm [diakses 19 april 2010]

  • http://www.ne.edu.sg/fiveaspects.htm [diakses tanggal 19 april 2010]
  • “Defense (military).” Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008


[1] http://alfianheri.blogspot.com/2010/02/deterrence.htm [diakses 19 april 2010]

[2] Ibid.

[3] http://www.ne.edu.sg/fiveaspects.htm [diakses tanggal 19 april 2010]

No comments:

Post a Comment